Jurnal Ramadan - Ramadan Day #9

Hari ini, hari pendidikan nasional. Ingin sedikit cerita random saja buat mengisi jurnal ramadan day #9. Masih ada sangkut-pautnya dengan pendidikan.

Alhamdulillah di tahun lalu, Allah mengizinkan saya untuk belajar dan mengajar di tanah hijrah dan dakwah. Karena bagi saya pergi ini dalam rangka untuk meninggalkan dan menyebarkan. 

Hari-hari kami dihabiskan untuk mengajar Al-Qur'an. Dari anak-anak sampai nenek-nenek. Semua bersemangat untuk belajar Al-Qur'an. Kami selalu terharu melihat keteguhan mereka dalam belajar.

Guru ngaji. Perjalanan saya mengajar membuat saya candu untuk terus menjadi guru. Hati siapa yang tidak bahagia melihat generasi penerus bangsa menjadi generasi yang lebih baik lagi. Meski hanya dari perihal kecil, soal membaca Al-Qur'an misalnya. Saya yakin akan berdampak besar.

Guru adalah panggilan hati. Setiap orang wajib menjawabnya seminimal mungkin menjadi guru bagi sekitarnya. Meski hanya mengajarkan satu ayat yang dia mampu.

Menjadi guru adalah menanam saham. Meski kita tak bisa mengambil bagi hasilnya di dunia. Karena balasannya tak lagi terhitung dari setiap ilmu yang bermanfaat dari muridnya. 

Simak, bonus video kerinduan kami dengan tanah hijrah dan dakwah, saya bacakan syair yang indah dari saudara dan ustadz kami, @iqbalrahmatullah. Jazzakumullah Khairan Katsiron.

jurnal Ramadan - Ramadan Day #8

"Saudara sepupu sudah mapan perekonomiannya. Kakak lanjut s2 di Belanda. Adik ponakan menikah dengan teman manajernya. Sedangkan aku? kuliah gak selesai-selesai. Prestasi juga tidak membanggakan. Bagaimana nanti masa depanku?"

Kamu pernah merasakan juga? Overthinking dengan masa depan. Khawatir, ruwet, kalut, bingung. Tapi capek. Merasa gak kuat lagi untuk berlari. Sudah gak sanggup lagi untuk naik lagi selangkah. 

Mungkin kita terlalu memandang materi. Semua dinilai dengan materi. Kesuksesan di masa depan adalah ketika punya titel yang panjang, pangkat yang tinggi, dan harta yang melimpah. Apa semua itu salah?

Masa depan itu pasti. Surga atau neraka, yang belum pasti akan kemana kita nanti dimasukkan. "Apakah kalian mengira akan dimasukkan surga?" Tentunya kita perlu mempersiapkannya untuk mendapatkan surga.

Rezeki. Allah katakan "dan tidaklah hewan melata di bumi kecuali telah aku jamin rezekinya." Pun hewan yang melata yang tak memiliki akal telah Allah jamin rezekinya. Apalagi manusia. 

Rezeki bukan hanya soal harta, maka jangan sampai kita mempersempit nikmat Allah yang luas. Seorang yang memiliki harta melimpah, namun tak dikarunia anak. Seorang yang hidup sederhana dan merasa cukup, memiliki anak yang sehat dan sholeh.

Apa yang kita khawatirkan dari masa depan? Pekerjaan yang tak sesuai? Karena rezeki itu sudah dijamin, Jangan sampai kita bekerja dengan niat mencarinya. Rugi.

Allah belum menjamin kita masuk surga. Maka bekerja kita untuk 'ibadah, mencari pahala. Tentunya pekerjaan ini sungguh besar maka perlu itqan keahlian yang terus diasah, ihsan kehati-hatian karena Allah selalu mengawasi, dan ikhlas.

Jika seluruh dunia dihimpun menjadi satu tidak akan cukup membayar amal yang ikhlas. Tentunya ia tak akan bisa dibayar di dunia. 

Pada akhirnya, masa depan hakiki adalah di akhirat. Kita boleh merencanakan skenarionya di dunia, tapi Allah punya skenario yang lebih baik. 

Kepada masa depan, sikapi dengan prasangka baik, do'a terpanjang, ikhtiar maksimal dan tawakal terdalam. Bagaimana kiranya jika kita sudah tahu masa depan?

Jurnal Ramadan - Ramadan Day #7

Kita pernah suka dengan seseorang. Ingin mengajaknya berkenalan, ingin berteman, dan akhirnya ingin dia selalu ada.

Mungkin setelah itu memang tak seperti yang kita harapkan. Dia dengan dunianya dan kamu dengan duniamu. Dia berjalan ke arah timur dan kamu berjalan ke arah barat.

Namun, tak di sangka sebelumnya. Takdir Allah mempertemukanmu pada batas cakrawala. Setidaknya-tidaknya kamu bisa mengenalnya. Walau tak mungkin untuk naik di kursi berdua.🤭

Terbetik rasa dalam hatilah yang membuat pertemuan itu. Apresiasi kita pada akhlaknya, rasa kagum kita pada ilmunya, atau hanya ketertarikan pada fisiknya. Apalagi hingga perasaan cinta, rindu, dan harap.

Allah maha mendengar. Allah maha melihat. Allah melihat apa yang ada di dalam hati kita. Allah mendengar do'a lirih kita dalam di dalam hati. 

Kita telah membuktikannya, sesedarhana itu jiwa akan mendekat pada yang diingat. Kamu akan bersama orang yang kamu cintai. Begitu sabda nabi Saw.

Pertanyaannya, kepada Rasulullah Saw pernahkah kita benar-benar merindukan? Berharap bermimpi melihat wajahnya? Berharap bertemu mendekapnya seerat-erat mungkin? Berada dalam naungan yang sama? Mengharap syafaatnya? 

Allahumma Shalli 'ala Sayyidina Muhammad.