Jurnal Ramadan - Ramadan Day #9

Hari ini, hari pendidikan nasional. Ingin sedikit cerita random saja buat mengisi jurnal ramadan day #9. Masih ada sangkut-pautnya dengan pendidikan.

Alhamdulillah di tahun lalu, Allah mengizinkan saya untuk belajar dan mengajar di tanah hijrah dan dakwah. Karena bagi saya pergi ini dalam rangka untuk meninggalkan dan menyebarkan. 

Hari-hari kami dihabiskan untuk mengajar Al-Qur'an. Dari anak-anak sampai nenek-nenek. Semua bersemangat untuk belajar Al-Qur'an. Kami selalu terharu melihat keteguhan mereka dalam belajar.

Guru ngaji. Perjalanan saya mengajar membuat saya candu untuk terus menjadi guru. Hati siapa yang tidak bahagia melihat generasi penerus bangsa menjadi generasi yang lebih baik lagi. Meski hanya dari perihal kecil, soal membaca Al-Qur'an misalnya. Saya yakin akan berdampak besar.

Guru adalah panggilan hati. Setiap orang wajib menjawabnya seminimal mungkin menjadi guru bagi sekitarnya. Meski hanya mengajarkan satu ayat yang dia mampu.

Menjadi guru adalah menanam saham. Meski kita tak bisa mengambil bagi hasilnya di dunia. Karena balasannya tak lagi terhitung dari setiap ilmu yang bermanfaat dari muridnya. 

Simak, bonus video kerinduan kami dengan tanah hijrah dan dakwah, saya bacakan syair yang indah dari saudara dan ustadz kami, @iqbalrahmatullah. Jazzakumullah Khairan Katsiron.

jurnal Ramadan - Ramadan Day #8

"Saudara sepupu sudah mapan perekonomiannya. Kakak lanjut s2 di Belanda. Adik ponakan menikah dengan teman manajernya. Sedangkan aku? kuliah gak selesai-selesai. Prestasi juga tidak membanggakan. Bagaimana nanti masa depanku?"

Kamu pernah merasakan juga? Overthinking dengan masa depan. Khawatir, ruwet, kalut, bingung. Tapi capek. Merasa gak kuat lagi untuk berlari. Sudah gak sanggup lagi untuk naik lagi selangkah. 

Mungkin kita terlalu memandang materi. Semua dinilai dengan materi. Kesuksesan di masa depan adalah ketika punya titel yang panjang, pangkat yang tinggi, dan harta yang melimpah. Apa semua itu salah?

Masa depan itu pasti. Surga atau neraka, yang belum pasti akan kemana kita nanti dimasukkan. "Apakah kalian mengira akan dimasukkan surga?" Tentunya kita perlu mempersiapkannya untuk mendapatkan surga.

Rezeki. Allah katakan "dan tidaklah hewan melata di bumi kecuali telah aku jamin rezekinya." Pun hewan yang melata yang tak memiliki akal telah Allah jamin rezekinya. Apalagi manusia. 

Rezeki bukan hanya soal harta, maka jangan sampai kita mempersempit nikmat Allah yang luas. Seorang yang memiliki harta melimpah, namun tak dikarunia anak. Seorang yang hidup sederhana dan merasa cukup, memiliki anak yang sehat dan sholeh.

Apa yang kita khawatirkan dari masa depan? Pekerjaan yang tak sesuai? Karena rezeki itu sudah dijamin, Jangan sampai kita bekerja dengan niat mencarinya. Rugi.

Allah belum menjamin kita masuk surga. Maka bekerja kita untuk 'ibadah, mencari pahala. Tentunya pekerjaan ini sungguh besar maka perlu itqan keahlian yang terus diasah, ihsan kehati-hatian karena Allah selalu mengawasi, dan ikhlas.

Jika seluruh dunia dihimpun menjadi satu tidak akan cukup membayar amal yang ikhlas. Tentunya ia tak akan bisa dibayar di dunia. 

Pada akhirnya, masa depan hakiki adalah di akhirat. Kita boleh merencanakan skenarionya di dunia, tapi Allah punya skenario yang lebih baik. 

Kepada masa depan, sikapi dengan prasangka baik, do'a terpanjang, ikhtiar maksimal dan tawakal terdalam. Bagaimana kiranya jika kita sudah tahu masa depan?

Jurnal Ramadan - Ramadan Day #7

Kita pernah suka dengan seseorang. Ingin mengajaknya berkenalan, ingin berteman, dan akhirnya ingin dia selalu ada.

Mungkin setelah itu memang tak seperti yang kita harapkan. Dia dengan dunianya dan kamu dengan duniamu. Dia berjalan ke arah timur dan kamu berjalan ke arah barat.

Namun, tak di sangka sebelumnya. Takdir Allah mempertemukanmu pada batas cakrawala. Setidaknya-tidaknya kamu bisa mengenalnya. Walau tak mungkin untuk naik di kursi berdua.🤭

Terbetik rasa dalam hatilah yang membuat pertemuan itu. Apresiasi kita pada akhlaknya, rasa kagum kita pada ilmunya, atau hanya ketertarikan pada fisiknya. Apalagi hingga perasaan cinta, rindu, dan harap.

Allah maha mendengar. Allah maha melihat. Allah melihat apa yang ada di dalam hati kita. Allah mendengar do'a lirih kita dalam di dalam hati. 

Kita telah membuktikannya, sesedarhana itu jiwa akan mendekat pada yang diingat. Kamu akan bersama orang yang kamu cintai. Begitu sabda nabi Saw.

Pertanyaannya, kepada Rasulullah Saw pernahkah kita benar-benar merindukan? Berharap bermimpi melihat wajahnya? Berharap bertemu mendekapnya seerat-erat mungkin? Berada dalam naungan yang sama? Mengharap syafaatnya? 

Allahumma Shalli 'ala Sayyidina Muhammad. 

Jurnal Ramadan - Ramadan Day #6

Sejatinya kita semua adalah tawanan dunia. Kita telah divonis untuk mati hanya saja kita tidak tahu kapan akan dieksekusi.

Dalam ketertawanan ini jangan sampai kita lupa pada hakikatnya. Singgah, mampir, berhenti sejenak kita di dunia untuk membaikkan dan meninggalkan kebaikan. Lalu kita akan kembali berjalan menuju gerbang kematian, masuk ke pengadilan Allah.

Sebelum sampai pada pengadilan hakiki. 
Di tengah posisi kita dalam menjadi tawanan, perlunya mempersidikit penggugat, dan memperbanyak pembela.
Do tengah mengarungi perjalanan ini perlunya untuk mempersidikit beban dan memperbanyak bekal.

Ramadan ini adalah golden time untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita sebagai tawanan dan musafir dunia. Maka jangan sampai kita lewati dengan kealpaan dari pada-Nya.

Sejatinya kita penduduk surga dan insyaAllah akan kembali bermukim di sana. Ramadan adalah tarbiah dan karunia Allah untuk semakin memudahkan kita mencapai surga-Nya.

Jurnal Ramadan - Ramadan Day #5

Betapa banyak dari kita yang berpuasa hanya mendapat rasa haus dan lapar, begitu kira-kira sabda Nabi saw. Jika boleh jujur pada diri sendiri, sudahkan sempurna puasa kita? Apakah kita menginsyafinya?

Barangkali kita perlu meningkatkan level puasa. Sebagaimana yang pernah diucapkan sahabat nabi Jabir bin Abdillah. Dengan begitu kita akan benar-benar merasa bahwa yang kita dapat dari puasa tak hanya haus dan lapar.

Puasakan mata, bersebab dari pandanganlah panah beracun iblis dilesatkan. Lalu, akan diperindah pandangan yang haram. Menjaganya dari pandangan yang haram akan menjadi  sumber cahaya bagi hati.

Puasakan mulut, bersebab dari satu lubang saja dapat muncul seribu dosa. Dari mulut dapat timbul dendam tak berkesudahan. Menjaga mulut adalah menjaga hati. Menjaga hati adalah menjaga iman.

Puasakan telinga, bersebab dari mendengar yang dapat membentuk laku. Jika yang didengar buruk bisa jadi mentrigger diri untuk berbuat buruk. Menjaga telinga dari mendengar yang haram membuat diri terhindar dari niat buruk dan dosa.

Puasakan lintasan hati, karena banyak prasangka, syahwat, khayalan yang akan membawa pada laku dosa. Semua bermula dari hati. Meredamnya dari gejolak dosa, menyudahi khayal tak berguna, dan stop prasangka buruk pada saudara adalah kemerdekaan bagi hati. Jika hatinya baik, maka baik seluruhnya.

Semoga senantiasa kita dapat menjadi pribadi yang pandai menasihati diri. Menguatkan hati sendiri sebelum merengkuh  kasih. Menjadikan Ramadan sebagai bulan perubahan, bulan mengupgrade diri.

Jurnal Ramadan - Ramadan Day #4

Yuk, mumpung Ramadan maksimalkan!keutamaannya tentu kita semua tahu. Perbanyak ibadah, salat-salat sunnah, do'a, istighfar, dan tadarus Al-Qur'an. Tapi, ternyata sungguh mudah diucapkan saja.

"Sebenernya pengen banget salat tarawih dan qiyamullail tiap malam tapi tugas kuliah selesai satu tumbuh seribu".

"Sebenarnya mau ngaji satu hari 1 juz tapi kerjaan gak kelar-kelar".

"Sebenarnya mau belajar Al-Qur'an, tapi sebentar lagi ujian."

Ah, kita(baca:saya) selalu saja punya alasan untuk mengelak dari kemalasan. Ada saja hal yang bisa kita buat pembenaran.

Barangkali kita perlu mengingat. Rasulullah Saw dan para sahabat beberapakali berperang pada bulan Ramadan. Ketika siang hari yang panas disamping melawan kaum kafir mereka juga harus melawan rasa lapar dan haus. Ketika malam mencekam disaat mereka bermunajat kepada Allah mereka juga harus bergantian untuk berjaga-jaga. 

Buat kita yang disibukkan dengan kerjaan untuk memenuhi nafkah. Buat kita yang disibukkan mengerjakan tugas kuliah untuk masa depan. Buat kita yang disibukkan belajar sekolah untuk membanggakan orangtua. Sejatinya kita juga sedang beribadah. Meniatkan semuanya karena Allah, mencari karunia-Nya.


Hajat-hajat kita adalah salah satu cara untuk kita mendekat kepada-Nya. Berdo'a untuk kelapangan, kemudahan, dan kesuksesan kepada Allah semata. Menjadikan Allah sebagai sandaran utama.

Segala ujian yang Allah berikan saat ini adalah sebagai penambah level keimanan kita. Semoga Allah kuatkan kita pada Ramadan ini untuk siap menghadapi 11 bulan lainnya.

Jurnal Ramadan - Ramadan Day #3

Ramadan tahun ini berbeda. Allah menguji kita dengan wabah tak kasat mata. Kita tak lagi bisa sebebas semula.Tapi bukan itu masalahnya, Ibadah kita juga dibatasi?
Ramadan semarak menjadi ramadan senyap.

Pawai anak-anak menyambut ramadan kini tak lagi ada. Orang bersuka cita menyambut ramadan di tempat wisata tak lagi diperbolehkan. Pasar kaget Ramadan juga ditiadakan. Kini tinggal ucapan "Marhaban ya Ramadan" di dunia maya saja.

Lebih sedih lagi, kami tak bisa shalat tarawih berjama'ah di Masjid. Kami sangat rindu berdiri di belakang imam yang melantukan indah kalam suci-Nya. Kami sangat butuh siraman rohani dari para da'i yang menggugah jiwa. Kami sangat bersemangat tadarus bersama-sama.

Kenyataannya, tinggal kita sendiri duduk termenung di serambi rumah. Menatap jalan hanya tampak lalu-lalang satu dua mobil saja. Ramadan semarak menjadi Ramadan senyap

Ingatlah teman! Ramadan tetaplah bulan mulia.Ramadan tetaplah bulan keberkahan. Ramadan senantiasa akan dirindukan. Ramadan tak pernah hilang dari semua keutamaanya.

Sekarang adalah Ramadan diri kita sendiridan Allah.Kita yang bisa menjadikannya semarak atau kita hanya menjadi buih yang berserak.
Kita shalat bukan lagi karena banyak orang yang berbondong-bondong ke Masjid. Kita tadarus bukan lagi karena ramai suara orang mengaji. Kita sedekah bukan lagi karena setiap masjid selalu terjadwal takjil.

Sekarang adalah Ramadan antara diri kita sendiri dan Allah. Banyak waktu kosongmu di rumah untuk mengaji, shalat sunnah, memperdalam ilmu lewat membaca atau lewat media elektronik lainnya dan kebaikan lainnya.

Semua dari kita punya waktu yang sama, tapi tak semua bisa memanfaatkannya. Semoga kita bisa menjadi hamba yang sukses menempuh madrasah Ramadan sebagai manusia yang bertaqwa.

Jurnal Ramadan - Ramadan Day #2

Bagaimana puasanya di hari-hari pertama bulan Ramadan? Aman kan? Laper, haus, capek, dan lemas itu biasa kok. Tenang, itu proses penyesuaian tubuh terhadap perbedaan pola makan. Buat kalian yang rutin puasa sunnah pasti sudah biasa aja.

Ramadan identik dengan hawa yang panas. Matahari terik dan bumi kering. Terkadang saat puasa sunnah tidak perlu sahur, tetap kuat sampai buka. Tapi puasa ramadan berbeda biasanya terasa lebih kering dan panas.

Bicara mengenai panas. Ramadan adalah membakar. Pada bulan ini Allah membakar dosa-dosa kita. Semakin banyak amalan kebaikan yang kita lakukan, semakin banyak pula dosa-dosa yang Allah hapuskan.

Para sahabat juga mengatakan Ramadan adalah madrasah. Ketika kita sekolah setiap tahunnya pasti ada yang sukses dan gagal. Begitu juga Bulan Ramadan. Kesuksesan kita adalah memperoleh predikat taqwa.

La'allakum Tattaqun. Supaya kalian bertaqwa. Ternyata Allah tidak menggaransikan kepada kita bahwa selepas Ramadan kita pasti menjadi orang yang bertaqwa. Maka, idul fitri adalah hari kemenangan bagi mereka yang berhasil mendapatkannya.

Ramadan memberikan atmosfer taqwa kepada kita. TV saja bisa menjadi sholeh di Bulan Ramadan. Tapi semua akan teruji siapa yang benar-benar bertaqwa dan memperoleh kemenangan selepas Bulan Ramadan.

"Seburuk-buruk makhluk yang berlindung di bawah kolong langit adalah orang yang mengetahui Allah hanya pada saat Bulan Ramadan." Abdullah bin Mas'ud

Jurnal Ramadan - Ramadan Day #1

Hari pertama memasuki bulan Ramadan, bukan dari tadi subuh memulai puasa. Bukan pula dari waktu sahur. Bulan ramadan telah datang sejak maghrib menyingsing. Bulan baru telah datang. Tamu mulia telah menyapa. 

Sejak saat itu amal ibadah dilipatgandakan, pintu surga dibuka selebar-lebarnya, pintu neraka ditutup serapat-rapatnya, setan-setan dibelenggu, ampunan Allah tiada terbatas.

Sejak masuk hari pertama, sudah adakah niat untuk menambah amal ibadah ?
Sudah adakah memperbaiki amalan untuk mempersiapkan surga? Sudah adakah niat mengurangi habit buruk atau bahkan berhenti dari dosa? Sudahkah kita berhenti dari sifat-sifat setan yang terkadang kita tak sadar? Kedengkia? Kesombongan? Ketamakan? Sudahkah kita menyesali dosa memohon ampunan sebanyak-banyaknya?

Sejak masuk hari pertama, sudah adakah rasa untuk semangat beribadah? Ataukah hanya bahagia ikut euforia? Mengucapkan Marhaban Ya Ramadan di setiap lingkar, tapi lupa memberi jamuan pada tamu agung yang datang.

Sejak masuk hari pertama, sudah banyak yang dibersihkan mulai dari baju-baju muslim yang lama tak dipakai sembahyang hingga kasur yang dijemur agar lebih nyaman untuk tidur siang. Tidak salah membersihkan keperluan fisik. Tapi kita juga perlu bertanya masih adakah dendam yang menjerat hati hingga tak nyaman?

Sejak masuk hari pertama, bermacam keperluan dipersiapkan. Gula berkilo-kilo dibeli untuk memaniskan buka puasa. Semua makanan ada di simpan di lemari pendingin. Sedangkan infaq sudahkah ditambah untuk membantu sesama dalam masa wabah?

Sejak hari pertama ramadan, sudah banyak yang harus aku perbaiki, masih yang aku alpai. Lupa manusiawi, tapi sampai kapan jika tak diperbaiki. Aku bertanya untuk meminta kalian mengingatkanku. Sejak hari pertama  ini kutuliskan #jurnalramadan sebagai langkah mencari hikmah,  jejak untuk bertaubat, coretan untuk mencari kawan. 

Semoga kita mampu menata ramadan kita sebagai kuliah untuk meraih gelar taqwa.

"Yang Penting Ada"

Assalamu'alaikum, hai pembaca semuanya semoga senantiasa dalam keberkahan ya. Kalau sedang sakit semoga segera diberi kesembuhan. Buat kita yang sehat semoga bisa memaksimalkan nikmat ini. ehm, kali ini mau nulis santai lagi. Biasanya sih dari lintasan pikiran yang berseliweran tidak karuan dari pada hilang mending diikat aja di sini. Disclaimer semua tulisan ini murni karena kebodohan saya kalau ada yang salah boleh banget ngasih nasihat ke saya biar tau mana yang bener mana yang salah. Oke.

Pernah gak sih kita tidak lagi memperdulikan nama, arti, keindahan, rasa, bau dan sebagainya. Maksudnya gimana sih? gini lho contoh, kamu lagi posisi laper banget. Di saat lihat di meja makan cuman ada nasi kecap sama krupuk. Itu nikmat bangetkan. Gak peduli lagi sama  gurihnya kare, legitnya rendang, atau manisnya kue. Gak peduli yang penting makan.

Terkadang hal seperti itu tidak hanya dijumpai pada persoalan perut. Ada banyak hal yang kita gak lagi memperdulikan, hmm, apa ya istilahnya? mungkin bisa dibilang rasanya atau yang keluar secara langsung dari apa yang kita lalukan. tapi yang ada dipikiran kita adalah tujuannya sampai. seperti kasus sebelumnya yang penting makan untuk mengakkan tubuh kita untuk memberi tenaga. Kita gak lagi peduli rasanya atau enaknya.

Dalam masalah pertemanan aku sendiri sih pernah mengalami. Bagiku aku gak peduli dia memberi solusi atau tidak. tidak peduli memberi jawaban atas kebingunganku atau tidak. tapi lebih penting dari itu adalah kehadirannya. "yang penting ada."

Kok perasaan daritadi nulisnya serius banget ya , hihi. Bingung mau nulis apa lagi. Tapi intinya gitu dah. "Yang penting ada" itu sudah bikin bahagia. kadang juga gini, kita sering banget mempersiapkan sesuatu agar hasilnya maksimal. Tapi kita berhenti pada persiapan. Lama banget buat take actionnya. Akhirnya kata "yang penting ada" itu menjadi sebuah senjata. hehhe.

Buat kalian temen-temen saya gak penting kalian mau sering ngasih saya hadiah atau pelit. haha. Kadang juga tidak penting rahasia kalian, mau cerita ke aku atau tidak itu hak kalian bukan. Kekurangan kalian pasti ada dan aku juga lebih banyak kekurangannya tapi kalian tetep teman aku kok, "yang penting tetap ada". hehhe.

Udah segitu aja, saya gak peduli sih bagus gak tulisan ini. ini buat wadah aja buat membiasakan menulis. Dengan begitu aku juga kembali semangat membaca. karena kelihatan banget kok kalau jarang baca atau gak pernah baca pasti tulisannya kosong, kopong kayak tulisan ku. hehe. Terimakasih. Semoga bermanfaat. Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


Puisi Tentang Corona

Berhentilah Melawan Corona...

Sejatinya kitalah yang salah,
Membabat habis hutan sebagai rumah
Sejatinya kitalah yang salah,
Bermacam dosa kita anggap lumrah
Sejatinya kitalah yang salah,
Beradu bantah saling mencari celah

Berdamailah duniaku
Berdamailah kita
pada takdir yang menimpa
Mari bersama menjaga
Menjaga satu jiwa itu berarti jiwa seisi dunia
cukup #dirumahaja

"Emang Bener Kita Gak Tau Siapa Jodoh Kita"

Assalamu'alaikum temen-temen, menyapa pembaca semua dah semoga sehat dan produktif selalu meski harus dirumah aja. buat kamu yang lagi gabut dan gak ngapa2in sempetin baca coretanku ini ya. Bagi kalian yang punya pekerjaan lebih penting daripada sekdar membaca tulisan gak jelas ini, silahkan idahulukan terlebi dahulu. wkwk

Pada suatu malem, tiba-tiba ada salah satu sahabat yang chat ke aku, "Fan, semisal kalau aku tiba-tiba jodohmu, kek mana coba?". byadallah.. kalau kalian nih punya sahabat perempuan, apa-apa suka cerita ke dia. Suka banget saling ngejekin. Deket bangetlah sebagai sahabat. tiba-tiba bilang seperti itu? jawab apa kalian? wkwk.

Kalau aku? kira-kira jawab apa? "Ya, nggaklah." atau "hayuk!" wkwk. buat kalian yang sahabatan dan sebenernya nyimpen hati pasti bingung. kalau mau dijawab enggak, sebenernya iya. kalau dijawab iya entar takut gimana-gimana. Ada yang pernah ngerasain? haha.

kalau aku sih jawab aja. "hayuklah, cocok, kamu yang cerewet dengan aku yang pendiem." hehe. Dibawa seru aja sih. tapi sebenernya lebih dari itu. Lintasan pikiran mengenai jodoh banyak banget. Aku tau kok sahabatku punya dia yang pengen jadi pendamping hidupnya dan aku juga punya orang lain yang aku mau. kita sama-sama punya mau yang berbeda. meski tidak menutup kemungkinan di hati yang terdalam ada siapa. wkwwk. 

Gini temen-temen, aku termasuk orang yang menganut teori(haha) bahwa jodoh adalah rezeki yang sudah ditetapkan oleh Allah. Kalau jodohku Pevita Pearce yang bakal Pevita Pearce gitu lhoh, meskipun sekarang kita gak kenal, aku suka dia, dia tahu aku aja enggak. haha. Jodoh sama dengan mati itu pasti tapi kita gak tau siapa.

kan banyak kasusnya tuh udah pacara lama, ujung-ujungnya nikah. itu adalah contoh yang salah. paham sendirikan gimana. ada juga yang gak kenal sama sekali, eh ketemu di pesawat, toilet, atau majelis taklim mungkin, seminggu kemudia menikah. 

Ada satu kata-kata ustadz yang selalu saya ingat "Allah sudah menetapkan siapa jodoh kita, mau bagaimanapun cara menjemputnya tetap dia orangnya, cuman rasanya yang berbeda." pahamkan? tapi aku gak pengen bahas soal ini sih.

Sebenernya aku jadi teringat gimana perjalananku mencari kuliah. Aku dari SMA kelas satu pengennya masuk UNS, habis itu kelas tiga masuk SNM daftarnya UNS, SBM dua kali daftar UNS juga, Mandiri dua kali pun daftar UNS juga. Eh, ujung-ujungnya kuliah dimana? di UM wkwkw. 

Aku jadi berfikir apa soal jodoh juga bisa begitu ya.Berulang kali aku berdo'a buat dapet si doi. berulang kali aku melamar(misal nih, sekarang belum siap) ditolak terus. akhirnya nunggu selesai si doi kuliah misal nih. habis itu gagal lagi. Eh, ujung-ujungnya sama sahabatku tadi. haha. mungkinkan? atau bahkan sama seseorang yang gak aku kenal sekarang ini detik ini. 

Hidup emang banyak kejutan Sob, syukuri aja. kita bisa merencanakan dan berikhtiar tapi Allah yang mutlak memberi keputusan. Gapapa, percaya itu yang paling baik kok. Pasti aa banyak banget hikmah yang bisa kita dapat.

makasih temen-temen yang udah nyempetin baca, segini aja daripada males baca. haha. buang dulu yang buruk, InsyaAllah yang baik bakal dateng. bye. Assalamu'alaikum.. 
     

Keuwuan 1

Assalamu'alaikum.. entah siapa kamu yang membaca semoga sehat selalu ya. semoga selalu dalam lindungan Allah. buat kamu yang baru buka blog ini "selamat datang ya!" selamat datang di catatan sejarah kecil hidupku, hehhe. Gako bosen-bosen bilang kalau kamu bukan anak raja, bukan anak orang kaya, maka menulislah. Maaf ya, terkadang saya merasa memang ingin dikenang. Ingin diakui. Ingin abadi dalam karya. Adanya blog ini sebagai realisasi. semoga untuk beribu tahun ke depan blog ini gak dihapus deh sama google, hehhe. pusing ya?? baru awal nih wkwkw.

Pada kesempatan ini pengen curhat sedikit nih. buat kamu yang di rumah aja gapapa. mari kita sambat dan bercerita bersama. bukan, bukan bahas corona kok. ini bahas perihal rasa. adu duhh.. hehhe ya namanya bicara rasa boleh nih follow dulu ignya @bicararasa_podcast atau boleh juga dengerin podcastnya di anchor.fm atau di spotify. maaf ya promosi oke deh lanjut.

Pagi ini lagi-lagi dan gara-gara stalking stories ig muncul keresahan-keresahan yang datang.Begini kita punya seseorang yang dekat dengan kita. sering kemana-mana bareng. Ya teman dekat sebutlah. suatu saat orang itu mulai hidup sendiri. ehm, maksudnya bisa jadi sudah tidak dengan kita atau mungkin sudah dipisahkan oleh jarak, waktu, dan kondisi. yang sebelumnya suka makan bareng, ngerjain tugas bareng, atau temen nongkrong misalkan. Sekarang sudah tidak lagi, tidak ada sapa, tidak temu, dan tidak ada laku.

Bagi saya tak perlu menyalahkan semua kepergian teman-teman kita dari hidup kita. semua itu kepastian. semua juga bakal menemukan dunianya masing-masing. Toh kita juga gak akan kehabisan teman. ya gak? wwkwk.

Tapi gini temen, pernah gak sih ada rasa yang tumbuh ketika melihat teman lama kita wajahnya cerah tersenyum bahagia bersama teman-teman barunya atau bahkan pasangannya. rasa apa itu? sulit sih didefinisikan. tapi gini yang bisa jadi kumpulan rasa rindu... seneng ngeliat bahagianya temen, tapi juga iri. hmm kok iri sih.

Mungkin ini egoisnya saya.. kenapa iri? karena saya pengen tuh temen-temen yang dekat sama saya mendapat kebahagiaan itu juga. Bakal berfikir mundur dulu waktu sering sama saya bagaimana ya? bahagia gak sih? atau justru nyesel ketemu saya? hmmm.

Ketika kita melihat kebahagian-kebahagian itu apalagi di sosial media. kebanyakan orang bilang sih itu bisa jadi di dunia mayanya saja. "keuwuan" itu mungkin hanya cerita-cerita di depan kamera? setelah lepas dari kamera hidup normal kembali.

Bagi saya orang yang termasuk jarang membuat stories ig. biasanya yang menjadi trigger buat buat story itu karena emosi, entah itu lagi bahagia-bahagianya atau lagi sedih-sedihnya. Jadi, gak semua sih yang diupload disosmed cuman topeng aja. karena banyak dari kita ingin berbagi karena kejujurannya.

Keuwuan tiu semoga senantiasa bisa kita syukuri adanya. Rasa bahagia itu memang sederhana adanya. Melihat senyum orang yang dicinta, memberi hadiah kecil pada seseorang, memberi perhatian yang lebih disaat ada waktu luang, atau hanya bercada receh. Tidakkah memberi kebahagiaan pada saudara kita itu berpahala?

Yuk berdamai dengan corona, mari kita bercerita..!